TEORI KOMUNIKASI
SPEECH ACT THEORY
Disusun oleh :
Eva Lestarina Simanjuntak
210110120530
Mankom B
Dosen Pengampu Mata Kuliah :
Dr. H. Antar Venus, Drs.
M.A. Comm.
Deta Rahmwan, S.I.Kom, M.A
Universitas Padjadjaran
Fakultas Ilmu Komunikasi
Program Studi Manajemen Komunikasi
2014
TEORI TINDAK TUTUR
I.
Sejarah Teori Tindak Tutur
Istilah dan teori mengenai tindak tutur mula-mula
diperkenalkan oleh J. L. Austin, seorang guru besar di Universitas Harvard,
pada tahun 1956. Teori yang berasal dari materi kuliah itu kemudian dibukukan
oleh J. O. Urmson (1965) dengan judul How to do Things with Words. Teori
tersebut baru menjadi terkenal dalam studi linguistik setelah John R. Searle
(1969) menerbitkan buku berjudul Speech Act : An Essay in The
Philosophy of Language. Sebagai
filsuf yang hidup di abad 20, pemikiran Austin mendapat pengaruh dari filsuf
yang hidup pada zamannya, khususnya aliran filsafat yang berkembang di
lingkungan oxford yaitu yang dikenal dengan nama Ordinary Language Philosophy. Selain itu, pengaruh terbesar yang
melatarbelakangi pemikiran Austin (bahasa performatif dan konstantif) adalah
pandangan Wittgenstein periode II, Language Game.
Pemikiran mengenai bahasa performatif mirip dengan language game Wittgenstein. Konstantif
hampir mirip dengan picture theory. Poin
penting dari picture theory
adalah bahwa bahasa/ proposisi dianggap
sebagai cermin dari realitas. Bahasa merepresentasikan relaitas melalui
proposisi logis dan simbol. A picture is
a model of reality. Austin sepakat dengan pandangan Wittgenstein ini bahwa
proposisi harus menggambarkan keadaan faktual dari realitas. Austin menamakan
ucapan tersebut constantive utterance.
Pada language games, bahasa yang sama
ketika diekspresikan pada konteks dan orang yang berbeda akan memiliki makna
yang berbeda dan akan saling tumpang tindih jika disampaikan dalam konteks yang
berbeda (family resamblance). Bahasa
digunakan untuk memperformakan tindakan kita sehingga objek pembicaraan menjadi
hal yang penting dalam language game. Linguistic
performance dari language game
adalah to prominence the fact that the
speaking of language is part of an activity. Prinsip tata permainan bahasa
telah menegaskan”don’t think, but look”.
Di dalam language games, Wittgentein juga menjelaskan family resamblance, bahwa bahasa
dipandang tidak lagi memiliki makna yang ekslusif terhadap dirinya. Untuk
memahami arti sebuah kata, kita tidak hanya mengacu pada kata tersebut, tetapi
harus melihat situasi konkretnya. Misalnya kata ‘rokok’ dapat memiliki makna
yang berbeda bila diperformakan dalam intonasi, konteks dan situasi tertentu.
Kata ini akhirnya tidak sekedar ucapan konstantif, maupun performatif melainkan
sebuah tindak tutur. Pada saat tertentu bisa menjadi locution act karena cuma sekedar kata yang bermakna, yang mengacu
pada objek tertentu bila hanya tulisan biasa. Tetapi juga dapat menjadi ucapan illocution bila pada tulisan rokok
tersebut ada tanda silangnya. Berarti kata tersebut memiliki kekuatan agar
orang tidak merokok. Hal tersebut terjadi karena sudah ada kesepakatan. Pada
situasi tertentu itu dapat menjadi perlocutionary
act bila ada kesengajaan untuk menakut-nakuti dengan kata “gue sundut lo pake rokok” dengan nada yang
sangat serius yang diucapkan oleh penjahat. Kata rokok di sini bukan lagi
sekedar mengacu pada objek atau punya kekuatan yang telah disepakati, tetapi
memiliki pengaruh yang sangat besar untuk menakut-nakuti pendengar.
II.
Tokoh Pencetus Teori Tindak Tutur
§ John Langshaw Austin
Setelah menamatkan pendidikan dan
memperoleh gelar professor di Oxford, tahun 1945 Austin mengabdikan diri pada
almamaternya hingga ia meninggal 1960. Ketika di Oxford, ia pernah terpilih
sebagai White Chairs Of Pilosophy.
Sebelumnya pada perang dunia kedua, Austin terlibat dalam militer di British
Intelligence Corps bahkan berhasil mencapai pangkat letnan kolonel. Selain
menjadi pengajar di Oxford, ia juga sempat menjabat sebagai direktur pada
Aristotelian Society tahun 1956 hingga 1957.
III.
Pengertian Teori Tindak Tutur
Tindak tutur atau “aksi berbicara“/“speech act“ adalah
pengujaran kalimat untuk menyatakan agar suatu maksud dari pembicara dapat
diketahui oleh pendengar. Speech act dapat didefinisikan sebagai an
utterance as a functional unit in communication. Tindak tutur adalah salah
satu kegiatan fungsional manusia sebagai makhluk berbahasa. Karena sifatnya
yang fungsional, setiap manusia selalu berupaya untuk mampu melakukannya dengan
sebaik-baiknya, baik melalui pemerolehan (acquisition)
maupun pembelajaran (learning).
Pemerolehan bahasa lazimnya dilakukan secara nonformal, sedangkan pembelajaran
dilakukan secara formal
IV.
Asumsi Teori Tindak Tutur
Ê
Anda membuat suatu
wacana yang disebut ‘tindakan ucapan’
(utterance act) yaitu suatu pengucapan sederhana dari kata-kata pada kalimat yang memiliki tujuan untuk diungkapkan
(utterance act) yaitu suatu pengucapan sederhana dari kata-kata pada kalimat yang memiliki tujuan untuk diungkapkan
Ê
Anda menyatakan
sesuatu tentang dunia atau melakukan tindakan pernyataan, membuat pernyataan
atau proposisi (propositional act)
untuk menegaskan sesuatu melalui ide-ide atau usulan agar audiens meyakini
kebenarannya.
Ê
Anda sedang memenuhi
suatu ide atau usulan yang berangkat dari harapan dan masalah melalui
tindakan-tindakan konkret.
Ê
Bagaimana pemenuhan
ide memberikan efek terhadap perilaku orang lain.
V.
Klasifikasi Teori Tindak Tutur
Pada
awalnya ide Austin dalam How to Do Things with Words membedakan
tuturan deskriptif menjadi dua yaitu konstatif dan performatif.
5.1 Tindak Tutur
Konstantif
Tindak tutur konstantif adalah tuturan yang menyatakan sesuatu yang dapat
diuji kebenarannya dengan menggunakan pengetahuan tentang dunia. Contoh : “Soeharto adalah presiden kedua republik Indonesia“.
5.2
Tindak Tutur performatif
Tuturan performatif adalah tuturan yang pengutaraannya digunakan untuk
melakukan sesuatu. Dalam tuturan performatif penutur tidak dapat menyatakan
bahwa tuturan itu benar atau salah, tetapi sahih atau tidak sahih.
Austin mengemukakan adanya empat syarat kesahihan, yaitu (1) harus ada
prosedur konvensional yang mempunyai efek konvensional dan prosedur itu harus
mencakupi pengujaran kata-kata tertentu oleh orang-orang tertentu pada
peristiwa tertentu; (2)
orang-orang dan peristiwa tertentu
di dalam kasus tertentu harus berkelayakan atau yang patut melaksanakan
prosedur itu; (3) prosedur itu harus dilaksanakan oleh para peserta secara
benar, dan (4) prosedur itu harus dilaksanakan oleh para peserta secara
lengkap.
Menurut Austin, ada 3 syarat agar tuturan performatif dapat
terlaksana (felicity conditions),
yaitu (1) The persons and circumstances must be appropriate (pelaku dan
situasi harus sesuai); (2) The act must be executed completely and corretly
by all participants (“tindakan harus dilaksanakan dengan lengkap dan
benar oleh semua pelaku) ; (3) The participants must have the appropriate
intensions (“pelaku harus mempunyai maksud yang sesuai”)
Semua tuturan
pada dasarnya bersifat performatif, yang berarti bahwa dua hal terjadi secara
bersamaan ketika orang mengucapkannya. Yang pertama adalah tindak (action),
dan kedua berupa ucapan yang dapat digolongkan kepada tiga kategori, yaitu
ilokusi, lokusi, dan perlokusi Selanjutnya, konsep performatif
dapat meliputi bentuk tuturan yang eksplisit dan implisit. Jenis perfomatif
yang implisit ternyata jumlahnya lebih banyak daripada yang eksplisit. Sebagai
contoh tuturan performatif yang implisit dan eksplisit menggunakan contoh “maaf atas segala kekurangan saya“. Tuturan di atas disebut
implisit. Walaupun penutur tidak mengucapkan kata mohon, dia, dalam
hubungan ini tetap berbuat seperti tersebut pada kata maaf. Pada tuturan
kedua ini “mohon maaf atas
segala kekurangan saya“,
perbuatan meminta maaf dengan eksplisit, dinyatakan dengan mengatakan mohon.
5.2.1
Tindak lokusi (Locutionary
act)
Tindak lokusi adalah tindak tutur untuk meyatakan sesuatu. Tindak tutur ini
disebut The Act of Saying Something. Konsep lokusi adalah konsep
yang berkaitan dengan proposisi kalimat. Kalimat atau tuturan dalam hal ini
dipandang sebagai suatu satuan yang terdiri atas dua unsur, yakni subjek atau
topik dan predikat atau comment yang relative paling mudah untuk diidentfikasikan
karena pengidentifikasiannya cenderung dapat dilakukan tanpa menyertakan
konteks tertuturnya tercakup dalam situasi tutur. Contoh: ‘Saya lapar’, seseorang
mengartikan ‘Saya’ sebagai orang pertama tunggal (si penutur), dan ‘lapar’
mengacu pada ‘perut kosong dan perlu diisi’, tanpa bermaksud untuk meminta
makanan.
Dalam tindak lokusi, Austin membagi tiga subjenis, yaitu: Tindak fonik (phonic), yaitu dikeluarkannya bunyi atau phones ; Tindak fatik (phatic) yaitu adanya phemes, bunyi-bunyi
tersebut memiliki kosakata dan mengikuti aturan tata bahasa tertentu (phemes)
; Tindak retik (rhetic), yaitu adanya makna dan
referensi (rhemes).
Searle membagi tindak lokusi menjadi
dua, yaitu, Tindak ujar (utterance act), yaitu mengujarkan kata
(morfem kalimat). Tindak tutur ini mencakup dua tindak tutur lokusi dari Austin
; Tindak preposisi (prepositional act), yaitu merujuk dan
memprediksi. Tindak ini merupakan tindak lokusi ketiga pada Austin. Tindak
tutur jenis inilah yang kemudian akan diekspresikan melalui tindak ilokusi dan
perlokusi
5.2.2
Tindak ilokusi (Illocutionary
act)
Ilokusi adalah tindak melakukan sesuatu. Ilokusi tak lagi membahas mengenai
makna suatu ujaran tapi mengacu pada fungsi dan maksud untuk apa ujaran itu
dilakukan. Tindak ilokusi memiliki fungsi sebagai tindak tutur untuk
menginformasikan sesuatu dan dipergunakan untuk melakukan sesuatu.
Perbedaan antara pernyataan atau proposisi dengan tindakan ilokusi adalah
suatu proposisi menunjukkan sifat atau hubungan suatu objek, situasi atau
peristiwa. “Kue itu enak”, “Merokok berbahaya untuk kesehatan”, “Namanya Tuti”,
semuanya adalah proposisi. Proposisi dapat dievaluasi dalam hal nilai
kebenarannya tetapi anda hampir selalu menginginkan untuk menyampaikan sesuatu
yang lebih dari sekedar kebenaran suatu proposisi. Anda ingin melakukan sesuatu
yang lain dengan kata-kata anda.
Dalam teori bicara, kebenaran tidak dianggap sebagai sesuatu
yang sangat penting. Pertanyaan sebenarnya adalah apa yang diinginkan pembicara
melalui pernyatannya itu. Karenanya proposisi harus selalu dipandang sebagai
bagian dari konteks yang lebih luas yaitu tindakan ilokusioner. Proposisi
seperti “Saya bertanya
apakah kuenya enak”, “Saya mengingatkan anda bahwa merokok berbahaya untuk
kesehatan”, “Saya mengatakan bahwa namanya adalah Tuti”. Apa yang dilakukan
pembicara dengan proposisi ini adalah tindakan bicara dalam contoh meminta,
mengingatkan dan mengatakan. Makna dari tindakan bicara sebenarnya terletak
pada kekuatan ilokusionernya. Menurut John Searle, kita mengetahui makna
dibalik suatu pesan tertentu karena kitab memiliki ‘permainan bahasa yang sama’
(common language game) yang terdiri
atas seperangkat aturan yang membantu kita menetukan kekuatan ilokusioner dari
suatu pesan. Searle menegaskan bahwa berbicara dengan suatu bahasa melibatkan
suatu bentuk perilaku yang dikontrol oleh aturan (Speaking a language is engaging in a rule governed form of behaviour). (Morissan, Teori Komunikasi : Individu Hingga Massa,
2013 : 151-152)
Austin
membagi tindak ilokusi atas lima kelompok, yaitu : 1. judgement (penilaian),
recounting (penghitungan), dan appraisal
(pujian). 2. Power, pelaksanaan
kekuasaan pengaruh atau hak, appointing
: penunjukan, voting : pemberian
suara, ordering perintah, advice : nasehat dan warning : meminta perhatian, 3. Comited: kegiatan terkait, promising : janji, undertaking: pelaksanaan, dan announcing
intention, pernyataan maksud dan declaration
of belief or faith (permakluman kepercayaan) 4. Social behaviour: tingkah laku sosial, apologizing: permintaan maaf, condoling
: pernyataan penyesalan, dan challenging:
tantangan dan 5. Stance : pendirian
sikap, assumption: praduga dan supposition : anggapan.
Perbedaan utama antara Austin dan Searle terletak pada
penempatan kekuatan ilokusi atas sebuah ujaran. Austin cenderung menekankan
realisasi pada maksud penutur atau pembicara, sementara Searle menitiberatkan
pada interpretasi audiens atau mitra tutur.
Searle membuktikan bahwa ada tiga cara utama dimana tindak
tutur dapat beragam:
ü
They can differ in the way in
which they fit words to the world—he notes that some ‘illocutions have as part
of their illocutionary point to get the words (or more strictly their
propositional content) to match the world, others to get the world to match the
words. Assertions are in the former category and requests in the latter’.
ü
Thet can differ in terms of the
psychological state they express—here he uses ‘believe’, ‘want’, and ‘intend’
as primitives, arguing that stating or explaining involves ‘believing that p’, promising involves ‘intending that p’ and ordering ‘wanting that p’.
ü
They can differ in terms of
point or purpose—this is the most important criterion of the three and
corresponds to the essential condition in his earlier analysis.
Dengan menggunakan tiga dimensi di atas, Searle mengemukakan
lima kelas tindak tutur ilokusi, yaitu:
1)
Tindak
Tutur Representatif (Asertif)
Representatif adalah tindak tutur yang mengikat penuturnya
akan kebenaran atas apa yang diujarkan. Kesesuaian hubungan antara kata-kata
atau tuturan dengan fakta duniawi terletak pada pihak penutur. Yang termasuk ke
dalam jenis tindak tutur representatif ini, antara lain: pernyataan (assertion),
penyimpulan (conclusions), dan (description). Contoh dari tindak
tutur representatif adalah sebagai berikut. ”Penduduk desa ini 1350 jiwa.”
2)
Tindak
Tutur Direktif (Impositif)
Direktif adalah tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya
agar mitra tutur melakukan tindakan yang disebutkan di dalam tuturan itu. Yang
termasuk ke dalam jenis ini adalah perintah (commands),
pesan (orders), permohonan (requests), dan saran (suggestions).
Dalam hubungan ini, pendengar bertanggung jawab untuk menyelesaikan
apa yang akan dilakukannya terhadap keinginan penutur. Contoh tindak
tutur direktif adalah sebagai berikut : “Tolong belikan ia garam di warung Pak
Amin!” dituturkan oleh seorang ibu yang sedang memasak kepada anaknya.
3)
Tindak
Tutur Komisif
Komisif adalah tindak tutur yang mengikat penuturnya untuk
melaksanakan apa yang disebutkan di dalam tuturannya. Dalam penggunaan tindak
tutur komisif, penutur bertanggungjawab atas kebenaran apa yang dituturkan.
Yang termasuk ke dalam jenis tindak tutur ini adalah perjanjian (promises),
ancaman (threats), penolakan (refusal), dan jaminan (pledges).
Searle memberi contoh tindak tutur promise ada 5 syarat agar
tindakan melalui tuturan tersebut dikatakan valid, yaitu, The speaker must
intend to do what he promises; The speaker must believe (that the hearer
believes) that the actions is in the hearer’s best; The speaker must
believe that he can perform the action; The speaker must predicate a future
action; The speaker must be predicate an act of himself.
4)
Tindak
Tutur Ekspresif (Evaluatif)
Ekspresif adalah tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya
agar ujarannya diartikan sebagai evaluasi tentang hal yang disebutkan di dalam
tuturan itu. Tindak tutur ini mengungkapkan sikap psikologis penutur terhadap
keadaan (states); boleh juga terhadap kesenangan (pleasure), rasa
sakit (pain), rasa suka dan taksuka (likes and dislikes),
kegembiraan (joy), ataupun duka (sorrow). Contoh tindak tutur ekspresif adalah sebagai
berikut “Sudah berhemat setengah mati tapi kita tidak kaya juga.” Isi dari
tuturan berupa keluhan karenanya tuturan itu termasuk dalam tindak
ekspresif mengeluh.
5)
Tindak
Tutur Deklarasi (establishive atau isbati)
Deklaratif adalah tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya
untuk menciptakan hal (status, keadaan, dan sebagainya) yang baru. Tindakan
jenis ini tercatat sebagai kategori tindak tutur yang sangat khusus karena hal
yang demikian biasanya dilakukan oleh seseorang yang memiliki kapasitas untuk
itu atas dasar kelembagaan. Misalnya, yang lazim disaksikan oleh masyarakat,
berupa peristiwa tuan kadi yang menikahkan calon suamiistri, hakim yang
menjatuhkan hukuman bagi pelanggar undang-undang, pejabat tinggi yang
meresmikan bangunan penting, dan sebagainya.
Menurut Searle, setiap perbuatan
ilokusi harus memiliki dua perangkat aturan dasar yaitu aturan konstitutif dan
aturan regulatif. Aturan konstitutif menyangkut empat ketentuan sebagai berikut
:
a)
Pertama,
aturan isi pernyataan (propositional
content rule) menjelaskan kondisi objek yang direferensikan atau dituju.
Dalam suatu janji misalnya, pembicara harus mengatakan akan melakukan suatu
perbuatan di masa depan, misalnya membayar utang.
b)
Kedua,
aturan persiapan (preparatory rules)
melibatkan pra kondisi yang sudah diperkirakan pihak pembicara dan lawan
bicaranya yang diperlukan agar perbuatan yang dijanjikan dapat dilaksanakan,
misalnya pada suatu janji, ucapan pemberi janji tidak akan memberi arti apa-apa
kecuali lawan bicara lebih menyukai perbuatan itu dilakukan daripada tidak.
c)
Ketiga,
aturan ketulusan hati (sincerity rule) meminta
pembicara berniat untuk memenuhi janjinya. Anda harus tulus menyatakan anda
berniat membayar utang anda agar dapat dikategorikan sebagai janji.
d)
Keempat,
aturan esensi (essential rule)
menyatakan bahwa janji tersebut menghasilkan kewajiban kontraktual antara
pembicara dan lawan bicaranya.
Tipe aturan konstitutif ini dipercaya juga berlaku terhadap
berbagai tindakan ilokusioner lainnya seperti: meminta, menyatakan, menanyakan,
berterima kasih, menasehati, mengingatkan, memberi salam atau mengucapkan
selamat.
Aturan jenis
kedua adalah regulatif. Aturan regulatif memberikan panduan tindakan dalam
suatu permainan. Dalam hal ini sejumlah perilaku sudah diketahui dan tersedia
sebelum digunakan dalam permainan, dan perilaku itu mengatakan kepada kita
bagaimana berbicara untuk mencapai maksud tertentu. Misalnya jika saya
menginginkan sesuatu maka saya membuat permohonan. Jika saya memohon sesuatu
kepada anda, anda berkewajiban menerima atau menolaknya.
Perbuatan berbicara tidak akan
sukses jika kekuatan ilokusionernya tidak dimengerti, dan tindak tutur itu dapat
dievaluasi dengan mengukur seberapa jauh tindak tutur menggunakan aturan tindak
tutur, kalau proposisi dievaluasi dalam hal kebenarannya, maka tindak tutur
dievaluasi dalam hal felisitasnya yaitu derajat atau seberapa jauh syarat
tindakan dipenuhi. Felisitas dari suatu janji ditentukan dari apakah aturan
esensi untuk melaksanakan suatu janji telah dapat dipenuhi. (Morissan, Teori Komunikasi :
Individu Hingga Massa, 2013 : 153 – 154 )
5.2.3
Tindak perlokusi (Perlocutionary
act)
Tindak perlokusi yaitu hasil atau efek yang ditimbulkan oleh
ungkapan itu pada pendengar, sesuai dengan situasi dan kondisi pengucapan
kalimat itu. Tindak
perlokusi disebut sebagai “ The Act of Affecting Someone “. Tanggapan tersebut tidak hanya
berbentuk kata-kata, tetapi juga berbentuk tindakan atau perbuatan. Efek atau
daya pengaruh ini dapat secara sengaja atau tidak sengaja dikreasikan oleh
penuturnya. Contoh: ‘Saya lapar’, yang dituturkan oleh si penutur menimbulkan
efek kepada pendengar, yaitu dengan reaksi memberikan atau menawarkan makanan
kepada penutur.
STUDI KASUS
Analisis tindak tutur lokusi, ilokusi dan perlokusi pada
film “Refrain” (Maxima Pictures, 2013) karya sutradara Fajar Nugros pada menit
00.07.00 - 00.08.25 (Di Unit Kegiatan Sekolah)
“Migrain
aku kambuh nih....”
Pernyataan
di atas menunjukkan bahwa sebenarnya Anna sebagai orang pertama (penutur)
hanya bermaksud memberitahu bahwa migrain yang dia alami(subjek) sedang kambuh
(penyakit yang sedang diderita sebagai predikat) tanpa dimaksudkan untuk meminta perhatian.
Tindak Ilokusi (Illocutionary act)
: The act of doing something
“Migrain aku kambuh nih...”
Ketika
Annalise mengatakan migrainnya kambuh, dia mengatakan sesuatu untuk diketahui
oleh Nata. Namun, dia
tidak semata-mata memberi tahu, tetapi juga mempunyai maksud bahwa penutur
(Anna) meminta mitra tuturnya (Nata) untuk mencarikan obat untuknya.
“cabut
yuk, uda sore nih”
Pernyataan
direktif di atas diucapkan oleh Nata dengan maksud untuk mengajak Niki pulang.
Niki memberikan respon jawaban “Aku lagi ngobrol sama Anna”
Tindak perlokusi (Perlocutionary
act) : The Act of
Affecting Someone”
Pernyataan yang diungkapkan Annalise (Chelsea
Islan)“Migrain aku kambuh nih...” kepada Nata (Afgansyah Reza) menimbulkan
efek kepada pendengar, Nata, yaitu dengan reaksi masuk dan mengambilkan obat
dari laci untuk Anna, tanpa diminta atau disuruh.
Ketika
Nata mengatakan “cabut yuk, uda sore nih”, meskipun awalnya sempat menolak,
pada akhirnya tuturan Nata menimbulkan efek kepada Niki yaitu dia mau pulang.
DAFTAR PUSTAKA
(-).
(n.d.) -. Retrieved Maret 2014, from http://file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._
PEND._BHS._DAN_SASTRA_INDONESIA/197911162008012-
(-).
(n.d.). Analisis Turutan. Retrieved Maret 2014, from http://lontar.ui.ac.id
(-).
(n.d.). Tindak Tutur (Austin dan
Searle). Retrieved Maret 2014, from
ambarmizu2013.wordpress.com/sosiolingusitik-tindak-tutur-austin-dan-searle/
Austin,
J.L.1962. How to Do Things with Words. London: Oxford University Press.
Fadlilah, A. (n.d.). Teori
Tindak Tutur Menurut Austin dan Searle. Retrieved Maret 2014,
Faiz,
M. E. (n.d.). ANALISIS TINDAK TUTUR DIREKTIF Ustad Samsul Arifin Nababan,
Lc. Retrieved Maret 2014
Hasibuan, N. H. (2005). Perangkat Tindak Tutur dan
Siasat Kesantunan Berbahasa. JURNAL ILMIAH BAHASA DAN SASTRA Volume I No.
2 Oktober Tahun 2005.
Khair, U., & Martalina, J. (-). Tindak Tutur
II : Jenis Tindak Tutur. Padang: Fakultas Ilmu
Budaya Universitas Andalas.
Leech,
Geoffrey. 1993. Prinsip-prinsip Pragmatik. Jakarta: Balai Pustaka
Littlejohn, S. W., & Foss, K.
A. (n.d.). Encyclopedia of Communication Theories. SAGE.
Morissan. (2013). Teori Komunikasi : Individu
Hingga Massa. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group.
Nazar, Asrul. (n.d.). Tindak Tutur
Menurut Austin dan Searle. Retrieved Maret 2014
Pringganti, A. (2013). Analisis Tindak Tutur Ilokusi Pada
Cerpen “ILONA” KARYA Leila S.
Chudori. Retrieved Maret 2014, dari
www.slideshare.net
Searle, John
R. 1986. Expression and Meaning: Studies in the Theory of Speech Acts.
Cambridge: Cambridge University Press.
Success, Y. a. (n.d.). Speech Act Theory (Teori Tindak Tutur).
Retrieved Maret 2014, from http://youthandsucces.blogspot.com/2013/06/speech-act-theory-teori-tindak-tutur.html
Wijana, Dewa Putu. 1996. Dasar-dasar Pragmatik. Yogyakarta: Andi
Offset
www.slideshare.net
thank you very much guys,,!
BalasHapusAluminum Fencing (Titan White Fencing) - Techno-Tech
BalasHapusThis Fencing (Titan titanium framing hammer White Fencing) was titanium 6al4v created by Techno-Tech and is designed for Fencing enthusiasts. Made ford fusion titanium for sale of titanium lug nuts alloy, this Fencer was created by Techno-Tech Frame Type: FencingFencing (Single-Handled)Weight: 376 gType: Single HandledFencing (Single-Handled) titanium bikes for sale
tq403 cheap jerseys,cheap nfl jerseys,nfl jerseys,nfl shop,cheap nfl jerseys,nfl shop,wholesale nfl jerseys,Cheap Jerseys china,cheap nfl jerseys pn453
BalasHapus